Senin, 07 Februari 2011

the happiness



Dalam sebuah cerita dikisahkan, syahdan, Tuhan meminta dua malaikatnya membawa kebahagiaan untuk manusia. Tuhan hanya berpesan kepada dua malaikatnya, “Jangan letakkan ia ditempat yang terlalu sulit, hingga nanti manusia tidak menemukannya. Jangan pula terlalu mudah, karena manusia nanti akan menyia-nyiakannya. Tapi yang jelas, letakkan ditempat yang bersih”.

Maka kedua malaikat pun turun ke bumi dan berdialog, yang satu ingin meletakkannya di puncak sebuah gunung. Dan yang satu ingin meletakkannya di dasar samudera. Singkat cerita, kedua malaikat tersebut menemukan tempat yang dimaksud. Sebuah tempat yang bersih, tidak jauh, tapi juga tidak mudah bagi manusia mendapatkannya.

Letak “bahagia” itu dekat, tapi juga sekaligus jauh. Kedua malaikat tersebut meletakkan “bahagia” pada hati yang bersih. Ya, pada hati yang bersih. Hati, selalu ada pada diri kita, 24 jam sehari. Tapi hati yang bersih, begitu susah dan begitu berat mencapainya.

Pada dasarnya, bahagia atau kebahagiaan hanya sebuah “efek” semata. Maksudnya adalah bahwa bahagia bukanlah tujuan utama yang hendak kita raih, seharusnya. Karena bahagia hanya dampak dari sekian banyak pekerjaan yang kita lakukan, dan tentunya pekerjaan yang tidak menyimpang dari syariat dan sunah.

Berhati bersih adalah tujuan. Berfikir terbuka { open minded } adalah tujuan. Bersabar dalam perjuangan adalah tujuan. Memiliki ilmu yang bermanfaat adalah tujuan.

Jika manusia dalam hidupnya hanya mencari “kebahagiaan” atau bahagia menjadi tujuan hidupnya, dikhawatirkan ia akan ”kelelahan”. Sebab, kebahagiaan tidak bisa diukur dengan angka, ditimbang dengan materi, atau dijajar seperti pangkat dan gelar. Jika manusia hanya mencari bahagia bisa diibaratkan ia minum air laut, semakin banyak minum maka semakin haus kian terasa. Sebab, akal selalu membisikkan mantra, agar manusia selalu mencari lebih banyak dan lebih banyak lagi. Hingga tanah menyumpal mulutnya.

Mari kita merenung, jika kita berhati bersih, bersabar dalam perjuangan kita, menebar manfaat dengan ilmu yang kita punya, selalu terbuka pada sesuatu yang baik dan terang, maka “bahagia” tak perlu diundang. Bahkan lebih jauh dari itu, kebahagiaan menjadi sangat kecil, karena setelah kita melakukan semua itu dan Allah meridhoi, “bahagia” menjadi keseharian hidup kita.

Berhati bersih dan selalu berprasangka baik pada manusia lain dan juga pada Sang pencipta, bersabar dalam perjuangan menegakkan kalimat dan agama-Nya di atas dunia, memberikan manfaat kepada manusia lain dengan ilmu-Nya dan juga selalu terbuka untuk bermuhasabah apakah perjuangan hari ini lebih baik dari perjuangan di masa lalu dan semua itu tidak lepas dari ketakwaan dan keikhlasan, maka itu semua adalah tujuan hidup manusia. Dan jika dengan itu semua, lalu Allah ridho dan tersenyum untuk kita, seperti yang dijelaskan dalam hadis qudsi, jangankan bahagia, surga pun terasa hambar dibanding senyuman-Nya. Karena Allah telah ridha pada kita. Allahu’alam bishawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates