Selasa, 08 Maret 2011

Alasan Karier Enggan Menjadi Seorang Ibu

Hak kesetaraan gender antara wanita dan pria kian didengungkan, hingga terkesan kini apapun yang terbiasa dilakukan oleh kaum lelaki, kaum wanita pun dapat melakukannya. Hal ini kontras dengan keadaan wanita di zaman dulu, yaitu zaman kebodohan, yang bisa dibilang wanita kala itu tidak dihormati, bahkan menjadi barang komoditi dan eksploitasi. Hingga Islam lahir dengan menembus kegelapan dengan cahaya kebenaran, dan tak ada lagi wanita yang dijadikan sebagai budak.
 Sekarang para wanita bersekolah, menuntut ilmu untuk bisa meraih gelar profesi sebagai dokter, perawat, arsitek, penerjemah, guru, dan lainnya. Mereka berkarier seolah ingin dikatakan tak kalah cerdas dengan kaum lelaki. Namun para wanita bahkan notabene muslimah, kadang terlupa dengan kodrat yang Allah SWT berikan yaitu tentang peran, sebagai istri, ibu dan pendidik.

Seorang wanita ketika memilih untuk menikah, seharusnya telah mempersiapkan dirinya pula untuk bersedia menjadi seorang ibu. Akan tetapi yang ironis adalah banyak yang tidak mau untuk menjalankan peran sebagai ibu. Banyak alasan yang mereka beberkan mengapa peran yang sangat mulia ini mereka hindari. Dari alasan karier itu tadi, takut melahirkan, alasan fisik yang nantinya tak lagi ramping setelah melahirkan, hingga tak mau repot dengan urusan mendidik anak-anak mereka nantinya.

 Padahal ada keutamaan-keutamaan dalam menjalankan peran muslimah sebagai seorang ibu. Tentu kita ingat sabda Rasulullah saw bahwa “Surga berada di bawah telapak kaki ibu”, ini menunjukkan tingkat derajat kemuliaan seorang ibu. Bukan main-main, rasa cinta dan hormat akan diberikan oleh anak-anak mereka dan ridha sang ibu atas anak-anak berbuah surga untuk mereka semua.


Kemudian Abu Hurairah r.a pun meriwayatkan bahwa seseorang telah datang kepada Rasulullah saw. Dan berkata,”Wahai Rasulullah, siapa orang yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?” Rasulullah bersabda, “Ibumu.” Dia bertanya, “Setelah itu siapa?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Dia bertanya, “Setelah itu siapa?” Rasulullah tetap menjawab “Ibumu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Lalu siapa lagi Ya Rasul?” Rasulullah pun menjawab “Baru Bapakmu”. (HR Bukhari-Muslim).





Subhanallah, ada hikmah istimewa yang hendak disampaikan melalui sabda Rasul tersebut. Memang melakoni peran Ibu tidak lah mudah, apalagi dengan ditambah kesibukan seorang muslimah di luar rumah sebagai wanita karier. Namun, semua itu bukan alasan untuk tidak bisa atau pun tidak mau menjadi seorang ibu. Semua bisa dipelajari dan mau memulainya dengan tekad untuk belajar.

Mungkin bisa dikatakan bahwa muslimah yang memilih untuk menjadi wanita karier baik sebelum menikah maupun sesudahnya ada kiranya mereka ingin menunjukkan keeksistensian mereka, atau untuk membantu suami mencari nafkah. Tentu hal ini diperbolehkan, akan tetapi kita harus ingat bahwa wanita sebelum kawin, nafkahnya diwajibkan atas keluarganya dan setelah kawin suami lah yang bertanggung jawab sepenuhnya, walaupun wanita tersebut adalah orang kaya. Hal ini pun merujuk pada arahan  bahwa tetap peran wanita di dalam rumah sangat diharapkan, melahirkan dan mendidik anak-anak mereka etika dan pengetahuan.
 Bagaimanapun juga peran para ibu di rumah sangatlah penting, karena itu Allah memuliakan tugas mereka jika mereka mengemban amanah tersebut dengan baik. Sah-sah saja jika mereka ingin memilih untuk berkarier, namun perimbangan dalam mengurus urusan keluarga di rumah juga harus tetap diupayakan. Dengan begitu kebahagian menjadi seorang ibu tak terabaikan.
                                                                                                                                     by Khairun Nisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates